Tak semua orang ada pendengar yang baik. Tak semua orang ada tempat mengadu. Tak semua orang ada bahu untuk bersandar.
Tapi semua orang ada Allah untuk bersujud dan menangis.
Bila mereka rasa mereka tak ada tempat mengadu, atau mereka dah tak tertanggung lagi, maka mereka memutuskan untuk menamatkan penderitaan mereka dengan mengambil nyawa sendiri.
Mereka bukan orang biasa-biasa, bukan latar belakang biasa-biasa. Ada antara mereka seorang yang disegani, dihormati dan mempunyai kelebihan di mat manusia. Tapi mereka tidak dapat melihat kelebihan mereka itu, bahkan melayan diri mereka sendiri seperti orang yang dibenci. Satu kesilapan kecil, akan dimarahi diri akan ditohmah diri, sehingga mereka hilang rasa cinta dan kasih pada diri sendiri. Ada juga yang hilang perasaan, tidak dapat merasa apa-apa emosi lagi. Beku. Kaku. Hari demi hari dilalui, membawa diri yang seperti bangkai bernyawa. Hilang seri hidupnya.
Ada juga antara mereka yang sedih. Mereka takut. Mereka marah. Tetapi mereka tidak mempu melepaskannya, lantas memendam dalam diri, memakan diri, memarahi diri. Mereka merasakan mereka perlu segera, cepat bingkas bangun dari emosi-emosi yang dikhuatiri menunjukkan bahawa mereka berbeda, atau sama seperti sang dungu yang mengikut telunjuk rasa. Mereka bimbang dikatakan tidak sekuat masyarakat sekeliling yang kelihatan kuat dan berdaya saing. Mereka tertekan di balik persaingan itu lalu memaksa diri. Akhirnya mereka tewas dalam emosi yang terpendam dan reput dimakan emosi itu.